Di
zaman dahulu kala, para nenek moyang kita sudah menemukan banyak penemuan yang
terbilang canggih. Tetapi sayang sekali banyak orang Indonesia sendiri tidak
menyadarinya. Kali ini ane mau menulis beberapa teknologi kuno nenek moyang
Indonesia.
lansung aja gan.
cekidot:
1. Borobudur
Bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur
Borobudur adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan.
Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. Sungguh mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.
Bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur
Borobudur adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan bangunan candi yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan bentuknya secara keseluruhan.
Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. Sungguh mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.
2. Kapal
Jung Jawa
Teknologi kapal raksasa
Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di "Laut Selatan".
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa," kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata "Jung" digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
Teknologi kapal raksasa
Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di "Laut Selatan".
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa," kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata "Jung" digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
3. Keris
Kecanggihan teknologi penempaan logam
Teknologi logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru kendali antar benua.
Kecanggihan teknologi penempaan logam
Teknologi logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru kendali antar benua.
4. Benteng
Keraton Buton
Arsitektur bangunan untuk pertahanan
Di Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur.
Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Benteng ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang kita dalam membuat teknologi bangunan untuk pertahanan.
Arsitektur bangunan untuk pertahanan
Di Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur.
Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Benteng ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang kita dalam membuat teknologi bangunan untuk pertahanan.
5. Si Gale gale
Teknologi Robot tradisional Nusantara
Orang Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot tradisional yang dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai sistem kompleks tali yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat membungkuk dan menggerakan "tangannya" sebagai mana layaknya orang menari.
Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale - gale dimainkan dengan iringan musik tradisional khas Batak.
Boneka yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari.
Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
Teknologi Robot tradisional Nusantara
Orang Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot tradisional yang dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai sistem kompleks tali yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat membungkuk dan menggerakan "tangannya" sebagai mana layaknya orang menari.
Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale - gale dimainkan dengan iringan musik tradisional khas Batak.
Boneka yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari.
Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
6. Pengindelan
Danau Tasikardi, Banten
Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan.
Proses penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm.
Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu.
Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang.
Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan.
Proses penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm.
Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu.
Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang.
7. Karinding
Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Ternyata nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Alat musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul).
Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.
Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.
Kecanggihan Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah mampu menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat mengusir hama yang aman bagi lingkungan. Dibutuhkan perhitungan yang teliti untuk menciptakan alat musik seperti itu.
Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Ternyata nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Alat musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul).
Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian.
Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu konsentrasinya.
Kecanggihan Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah mampu menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat mengusir hama yang aman bagi lingkungan. Dibutuhkan perhitungan yang teliti untuk menciptakan alat musik seperti itu.
8. Rumah
Gadang
Arsitektur Rumah Aman Gempa
Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.
Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
Arsitektur Rumah Aman Gempa
Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua bangunan.
Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
9. Tempe
Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Tempe merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan pangan.
Sebenarnya mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan orang Indonesia.
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata "tempe".
Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang kita pada seni masak dunia.
Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Tempe merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan pangan.
Sebenarnya mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di Indonesia saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan orang Indonesia.
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata "tempe".
Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya, namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek moyang kita pada seni masak dunia.
10. Pranata Mangsa
Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang kita
Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran.
Dalam masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.
Menurut Daldjoeni di bukunya "Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa", Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China, Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming Almanac ala Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.
Meskipun teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan perhitungan pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita dulu mempelajari gejala-gejala alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah, posisi rasi bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai kelestarian alam.
Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini.
Dari penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantaslah bila kita menyombongkan diri sebagai generasi sekarang bila kita tidak menghargai dan mengapresiasi leluhur kita.
Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang kita
Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran.
Dalam masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.
Menurut Daldjoeni di bukunya "Penanggalan Pertanian Jawa Pranata Mangsa", Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China, Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming Almanac ala Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.
Meskipun teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan perhitungan pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita dulu mempelajari gejala-gejala alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman berbunga/berbuah, posisi rasi bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya. Dengan mempelajari gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih menghargai kelestarian alam.
Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita yang tidak dituliskan disini.
Dari penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantaslah bila kita menyombongkan diri sebagai generasi sekarang bila kita tidak menghargai dan mengapresiasi leluhur kita.
·
Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang
sangat indah arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun.
·
Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah
mengarungi samudra luas.
·
Nenek moyang kita juga telah menemukan benda-benda yang
tebilang sederhana tapi banyak manfaatnya.
Itu semua bukti bahwa nenek moyang kita sangat cerdas. Penjajahlah yang telah membuat kita lemah dan kurang percaya diri. Karena itu, setelah menjadi bangsa yang merdeka kita harus dapat bangkit kembali untuk mensejajarkan diri dengan bangsa lain yang telah maju. Setuju?
RI Terselamatkan oleh Muslim Berparu-Paru Sebelah
Oleh Ustadz Fahmi SuwaediTahukah Anda, 63 tahun lalu Republik Indonesia hampir habis riwayatnya? Beruntung Allah telah menurunkan sifat sabar dan tsabat pada seorang Muslim yang fisiknya begitu ringkih.
Panglima Besar Sudirman di usia 30-an tahun sakit berat digerogoti bakteri tuberkolosis. Paru-parunya bahkan tinggal sebelah karena yang satunya begitu rusak sehingga harus diangkat.
Namun pemuda yang dikenal jujur dan keras hati itu pantang menyerah pada kondisi. Sifat ini melekat sejak kanak-kanak. Sudirman yang aktif menjadi pandu HW (Hizbul Wathan) Muhammadiyah pernah membuat guru dan kawan-kawannya geleng-geleng kepala.
Waktu itu unit HW tempat Sudirman aktif menggelar perkemahan. Hujan turun begitu deras di kawasan Banyumas, membuat tenda-tenda banjir dan tak layak didiami. Kawan-kawan Sudirman memilih mengungsi ke rumah penduduk, meninggalkan tenda dan menyerah pada keadaan. Tapi tidak Sudirman.
Ia memilih bertahan di tenda sendirian. Bujukan kawan dan gurunya tak membuat ia luluh. “Saya pandu, berkemah untuk melatih kesabaran dan bersahabat dengan kerasnya tantangan alam. Percuma mendirikan tenda kalau hanya untuk ditinggalkan.” Kurang lebih begitu jawaban Sudirman kecil.
Sikap tsabat (ketetapan hati) Sudirman pernah menyelamatkan negara ini dari keruntuhan total. Ahad pagi 19 Desember 1949, ibukota Yogyakarta dihujani peluru dan bom pesawat Belanda. Setelah menguasai pangkalan udara Maguwo, kini Bandara Adisutjipto, Belanda membanjiri kota gudeg itu dengan ribuan pasukan payung berbaret merah dan komando berbaret hijau.
Presiden Soekarno dan para anggotanya pun menggelar sidang darurat.
Mereka memutuskan tak meninggalkan kota dan memilih ditawan oleh Belanda. Argumen mereka, kekuatan Belanda yang begitu besar tak mungkin dilawan, lebih baik menyerah dan mencoba berunding.
Jenderal Sudirman datang untuk mengajak presiden dan para menteri meninggalkan kota. Sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa semua pemimpin RI akan naik gunung memimpin gerilya bersama TNI dan rakyat.
Namun jenderal kurus berdada tipis itu harus menelan kekecewaan. Ajakannya ditolak, bahkan ia dibujuk agar ikut menyerah pada keadaan. “Dik Dirman kan sedang sakit keras, lebih baik tetap di kota agar bisa mendapat perawatan kesehatan,” rayu Soekarno.
Sikap sabar dan keras hati Sudirman, godokan pengajian Muhammadiyah dan Kepanduan HW yang diikutinya sejak kecil, kembali muncul. Ia menolak bujukan itu, “Saya panglima, tempat saya di medan tempur bersama anak buah saya.”
Ucapan Sudirman menunjukkan sikap tsabat seorang mujahid. Sekaligus mengandung sindiran tajam kepada Soekarno, “Apa artinya retorika perjuangan di atas podium. Buat apa mendirikan negara jika hanya untuk diserahkan kepada musuh.” Kurang lebih mungkin itu yang ada di batin Sudirman.
Maka kedua pemimpin itupun memilih jalan masing-masing. Yang satu diam di kota dan menyambut musuh dengan bendera putih. Yang satunya meninggalkan kota dan menyambut musuh dengan paru-paru sebelah namun aqidah pantang menyerah.
Sejarah kemudian membuktikan, Republik Indonesia hampir runtuh hari itu. Betapa tidak, hampir seluruh wilayah dikuasai Belanda. Kepemimpinan pun demikian, presiden dan kabinetnya ditawan dan diasingkan. Tinggal para pejuang dan TNI yang masih bertahan dan terus melawan.
Eksistensi Republik Indonesia pun terjaga dengan sikap kukuh Sudirman. Masih ada panglima dan tentara yang berjihad bersama rakyat. Tak semua simbol republik menyerah. Apalagi Mr Syafruddin Prawiranegara, politisi Muslim dari Masyumi, mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.
Alhamdulillah, Allah Ta’ala masih menyisakan sikap sabar dan tsabat kepada seorang Sudirman. Subhanallah, ternyata Allah pernah menyelamatkan bangsa dan negara ini melalui seorang hamba-Nya yang begitu ringkih fisiknya namun begitu kuat aqidahnya.
Profil Pahlawan Indonesia – History
Nama
Tokoh
: Sultan Hasanuddin
Tempat / tanggal lahir
: Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631
Wafat
: Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 (39 tahun)
Tempat Makam
: Komplek Pemakaman, Jl. Palantika, Kelurahan Ketangka, Gowa, Makassar
Deskripsi Perjuangan
: Ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil
di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus
berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada
akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada
tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian
Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu
Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta
bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat.
Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar
menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng
Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian
mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12
Juni 1670.
Nama Tokoh
: Cut Nyak Meutia
Wafat
: Alue Kuring, Aceh, 24 Oktober 1910
Tempat Makam
: Alue Kuring, Aceh
Deskripsi perjuangan
: Berjuang melawan Belanda di Aceh bersama suaminya yang
bernama Teuku Muhammad (Teuku Tjik Tunong). Ia melakukan perlawanan dengan sisa
pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos – pos kolonial sambil bergerak menuju
Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia
bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam
pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.
Nama Lengkap : Kapitan Pattimura
Nama Asli: Thomas Matulessy
Tanggal Lahir: Negeri Haria, Pulau
Saparua-Maluku, tahun 1783
Meninggal:
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Perjuangan : Perlawannya terhadap
penjajah Belanda pada tahun 1783. Perlawannya terhadap penjajahan
Belanda pada tahun 1817 sempat
merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya
melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya
tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya.
Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut
jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh
pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda.
Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama
sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah
menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa
daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali
rahim ibu yang melahirkannya.
Dalam sejarah pendudukan
bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai
oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan
penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi
dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah
dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan
kembali lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy sendiri pernah
mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang
sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika
pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer
Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan
Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa.
Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami
penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi,
pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima
tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan
perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua
itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Nama Pahlawan : Cut Nyak Dien
Tanggal Lahir : Lampadang,
Aceh tahun 1850
Wafat : Sumedang Jawa Barat tahun, 6
November 1908
Makam : Gunung puyuh, Sumedang, Jawa
Barat
Perjuangan : Cut Nyak Dien menikah
pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik Ibrahim Lamanga. Namun pada saat
pertempuran di Gletarum, Juni 1878, Suami Cut Nyak Dien (Teuku Ibrahim) gugur.
Kemudian Cut Nyak dien bersumpah hanya akan menerima pinangan dari laki-laki
yang bersedia membantu untuk menuntut balas kematian sang suami.
Cut Nyak Dien akhirnya menikah
kembali dengan Teuku Umar tahun 1880, kemenakana ayahnya Seorang pejuang Aceh
yang juga cukup disegani oleh Belanda. Sejak itu Cut Nyak Dien selalu berjuang
berama suami barunya, Teuku Umar (September 1893- Maret 1896). Dalam
perjuangannya, Teuku Umar berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai
taktikuntuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara Itu
Cut Nyak Dien tetap berjuang melawan Belanda di Kampung halaman Teuku Umar.
Teuku Umar akhirnya bergabung lagi kembali dengan para pejuang setelah
taktiknya diketahui oleh Belanda.
Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar
gugur dalam pertempuran di Meulaboh namun Cut Nyak Dien tetap meneruskan
perjuanngannya dengan bergerilya dan tidak pernah mau berdamai dengan Belanda
yang disebutnya “Kafir-Kafir”.
Perjuangannya yang berat karena
memaksanya beserta pasukannya keluar masuk hutan menyebabkan keadaan Cut Nyak
Dien drop dan menderita sakit Encok.
Karena kasihan dengan keadaan Cut
Nyak Dien, para pengawalnya membuat kesepakatan dengan Belanda asal “Cut Nyak
Dien tidak diperlakukan sebagaiorang terhormat dan bukan sebagai penjahat
perang”
Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih
sering kedatangan tamu dan karenanya Belanda masih menghkawatirkan pengaruh Cut
Nyak Dien sehingga membuangnya ke Sumedang.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati baja dan ibu bagi rakyat Aceh.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati baja dan ibu bagi rakyat Aceh.
Pemerintah RI menganugerahi gelar
Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada Cut Nyak Dien berdasarkan SK Presiden RI
No 106/1964.
Nama Pahlawan : Martha Christina
Tiahahu
Lahir
: Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800
Wafat
: Laut Maluku, 2 Januari 1818
Makam
: Laut Maluku
Perjuangan : Christina Martha
Siahahu adalah putri dari seorang pemimpin pejuang rakyat Maluku, Kapitan
Paulus Tiahahu. Sejalan dengan semakin meluasnya perlawanan yang dilakukan
Kapitan Pattimura di Saparua, penduduk di Nusa Laut pun gigih berjuang melawan
Belanda. Christina Martha Siahahu yang saat itu masih amat muda terlah ikut
berperang mendampingi ayahnya. Christina Martha dan ayahnya juga sempat
menguasai Benteng Beverwijk.
Belanda kemudian menugaskan perwira
angkatan lautnya untuk pergi ke Nusa Laut untuk memerangi pejuang-pejuang
disana. Perlawanan rakyat Nusa Laut akhirnya dapat dipatahkan dan Benteng
Beverwijk berhasil dikuasai kembali oleh Belanda pada tanggal 10 November
1817.
Christina dan ayahnya akhirnya dapat
ditangkap oleh Belanda dan mendapatkan hukuman. Ayahnya mendapat hukuman mati,
sementara Christina dibebaskan oleh Belanda akibat belum cukup umur / terlalu
muda. Paulus mengajak anaknya untuk melihat eksekusi tembak mati yang dilakukan
oleh Belanda terhadap ayahnya, dan Christina melihat itu semua dengan tegar.
Setelah dibebaskan berupaya untuk
memberontak lagi. Akhinya ia kembali ditangkap bersama 39 pemberontak lainnya.
Christina Martha Siahahu dihukum dibuang ke Pulau Jawa. Christina bersama
pemberontak lainnya diangkut ke Pulau Jawa dengan menggunakan kapal Evertzen.
Di atas kapal, Christina Martha Siahahu jatuh sakit. Namun ia menolak untuk diberi makan dan diobati oleh Belanda sehingga akhirnya ia meninggal dalam perjalanan. Jenazahnya kemudia secara diam-diam diturunkan ke laut oleh seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.
Untuk menghormati jasa-jasa Christina Matha Tiahahu, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
Di atas kapal, Christina Martha Siahahu jatuh sakit. Namun ia menolak untuk diberi makan dan diobati oleh Belanda sehingga akhirnya ia meninggal dalam perjalanan. Jenazahnya kemudia secara diam-diam diturunkan ke laut oleh seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.
Untuk menghormati jasa-jasa Christina Matha Tiahahu, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
Nama Pahlawan : Pangeran Antasari
Lahir
: Banjarmasin, 1797
Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862
Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862
Makam
: Banjarmasin.
Perjuangan
: Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda
mengangkat Tamjidillah sebgai Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang
wafat. Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar, termasuk Pangeran
Antasari, menuntut agar Pangeran Hidayatullah, sebagai pewaris takhta
Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah, rakyat
Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, dan Demang Leman
mengangkat senjata melawan Belanda.
Pangeran Antasari ebrhasil menyerang
dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari jugat
menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga
berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan Van
der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas
siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
Pada Tahun 1861, Pangeran
Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa
Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia diangkat
oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas
peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran
Antasari akhirnya wafat tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat
itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang
menyiapkan serangan besar-besaran terhadap Belanda.
Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran
Antasari, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI, No.06/TK/1968, pemerintah
menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasionak Kepadanya.
Nama Pahlawan
: Pangeran diponegoro
Lahir
:
Yogyakarta, 11 November 1785
Wafat
:
Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855
Perjuangan
: Perang Diponegoro terjadi
karena saat Belanda membangun jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat
Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo.
Ternyata di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur
Pangeran Diponegoro. Hal itu membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan
memutuskan untuk melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya
untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. karena dinilai telah
memberontak, pada 20 Juli 1825 Belanda mengepung rumah Diponegoro.
Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan
Diponegoro di Magelang. Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan
diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro
ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga
wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855. Akhirnya pada tanggal 28
Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang.
Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa
anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di
Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Nama Pahlawan
: Tuanku Imam Bonjol
Lahir
: Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772
Wafat
: Manado, Sulawesi Utara, 8 November 1864
Perjuangan
: Tahun 1807 Malim basa mendirikan
Benteng di kaki bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat
itu ia dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol wafat karena
adanya Perang Paderi. Perang Paderi tarjadi karena pada waktu itu di
Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum
agama) dengan kaum adat tentang kehidupah bebas para kaum adat seperti berjudi
dan mabuk mabukan. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat
dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum
adat lalu meminta bantuan kepada Belanda.
Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut
campur dalam pertentangan di Minangkabau. Lalu Belanda mulai mendirikan benteng
di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam
Bonjol memliki banyak pengikut yang membuat Belanda kewalahan. Apalagi pada
saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga
Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan
kekuatan di Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di
Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke Ambon dan terakhir di Manado.
Tuanku Imam Bonjolakhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973.
Nama Pahlawan
:
Sisingamangaraja XII
lahir
: Bakara, Tapanuli, 1849
Wafat : Simsim,17
Juni 1907
Makam : Pulau Samosir
Nama aslinya Patuan Besar
Ompu Pulo Batu. Nama Sisingamaraja XII baru
dipakai pada 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang
mangkat. Sabng ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.
Febuari 1878, Sisingamaraja mulai
melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Kolonial Belanda. Ini dilakukan untuk
mempertahankan daerah kekuasaannya di tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai
dari penyerangan terhadap pos-pos Belanda lainnya terus berlangsung di
antaranya sebagai berikut:
–
Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukan Sisingamaraja.
–
Tahun 1884, pos Belanda berhasil memperkuat pasukan bdan persenjataannya.
Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak danb terkepung.
Pada pertempuran inilah Sisingamaraja XII gugur tepatnya padab tanggal 17 Juni
1907. Bersama-sama dengan purinya (Lopian) dan dua orang putranya (Patuan
Nagari dan Putaun Anggi)
Sisingamaraja kemudian dimakamkan di
Balige dan selanjutnya kembali dipindahkan ke pulau Samosir. Sisingamaraja
dianugrahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan
SK Presiden RI No.590/1991.
Nama Pahlawan
: Teuku Umar
Lahir
: 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh, Aceh
Barat, Indonesia.
Wafat
: Meulaboh, 11 Februari 1899
Perjuangan
: Ia merupakan salah seorang pahlawan
nasional yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga
tahun 1899.Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri
pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga)
tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan Belanda di
Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan Teuku
Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos
Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya adalah anak perempuan bernama Cut
Gambang yang lahir di tempat pengungsian karena orang tuanya tengah berjuang
dalam medan tempur.
Belanda sempat berdamai dengan
pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun kemudian (tahun 1884) pecah
kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari
strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda).
Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda.
Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan
suaminya itu.
Gubernur Van Teijn pada saat itu
juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat
Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada
1 Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan
diizinkan untuk membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara
dengan senjata lengkap.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuku
Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut
dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah
memberitahukan terlebih dahulu kepada para pejuang Aceh. Sebagai kompensasi
atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima
dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya
akhirnya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban
Teijn. Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas
militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000
butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.
Dengan kekuatan yang semakin
bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali membela rakyat Aceh.
Siasat dan strategi perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk
mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu yang amat kuat dan sangat sukar
ditaklukkan. Pada saat itu, perjuangan Teuku Umar mendapat dukungan dari Teuku
Panglima Polem Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan
Belanda. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang
luka-luka di pihak Belanda. Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat
yang dilakukan Teuku Umar. Van Heutsz diperintahkan agar mengerahkan pasukan
secara besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke
daerah Melaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang,
yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.
ternyata indonesia adalah ahli
perang gerilya terbaik se-Dunia
Quote:
Gerilya merupakan terjemahan dari
bahasa Spanyol: guerrilla yang secara harafiah berarti perang kecil.
Gerilya adalah salah satu strategi perang yang dikenal luas, karena banyak digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode 1950-an. A.H. Nasution yang pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya".
Gerilya adalah salah satu strategi perang yang dikenal luas, karena banyak digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode 1950-an. A.H. Nasution yang pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya".
kenapa ane nulis begini??teringat
kuliah ane, dosen pidana ane cerita kalo indonesia adalah ahlinya perang
gerilya, ditandai dengan pengakuan dunia terhadap buku dari Jenderal yang
bernama Abdul Haris Nasution, yang di gunakan referensi di perpustakaan
harvard, dan sebagai rujukan buat perang2 gerilya di negara2 laen. Strategi
Perang Gerilya adalah strategi perang terbaik di dunia... dan pemiliknya adalah
indonesia. Liat aje Vietnam, Hizbolah, Talebhan... mereka jg meniru strategi
perang ini kok...nyatanye kagak pernah ancur lebur tuh ..
Quote:
Jenderal Inggris
Penggunaan istilah "aksi Wingate" dalam perintah siasat No. 1 paling tidak menunjukkan bahwa konsep pemikiran strategis Jenderal Wingate dari Inggris mengenai Long Range penetration, penetrasi jarak jauh, pernah menjadi acuan bagi para perencana strategi militer kita dalam menyusun strategi perlawanan terhadap usaha Belanda menghancurkan Republik.
Mayor Jenderal Orde Charles Wingate mengejutkan dunia kemiliteran dgn serangannya yg berani, jauh menyusup ke belakang garis pertahanan Jepang di Birma dalam Perang Dunia ke2. Sementara strategi pertahanan semesta dalam Perang Kemerdekaan Kedua yg merupakan hasil kajian dari pengalaman selama Perang Kemerdekaan Pertama (1947) dan pertempuran2 sebelumnya cenderung bbersifat linier dan sering harus dibayra mahal.
Konon sebutan "aksi Wingate" berasal dari sebuah buku mengenai Wingate yg dibawa seseorang dari Singapura dan beredar di kalangan perwira inti Divisi Siliwangi yg menjadi anggota staf Markas Besar Angkatan Perang di Yogyakarta. Kecuali para taruna AkMil, perwira siswa Sekolah Staf dan Komando serta peminat masalah kemiliteran, apa dan siapa Wingate kuranglah dikenal.
Alasan utama
Quote:
Unic77.tk - Sebagai rakyat Indonesia, tentu kalian sudah tak asing lagi dengan seorang Jenderal yang bernama Abdul Haris Nasution, Jenderal yang pernah memimpin divisi Siliwangi ini memang termasuk salah satu jenderal unggulan yang dimiliki bangsa Indonesia. Beliau adalah sosok yang kuat, tegar, penuh jiwa nasionalisme, danmempunyai otak yang cemerlang.
Salah satu bukti kecemerlangan otaknya adalah bahwa salah satu buku karanganya yang berjudul Strategy of Guerrilla Warfare menjadi buku rujukan strategi militer bagi kesatuan tentara-tentara di berbagai negara.
Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, Pak Nas menarik pelajaran kedua. Rakyat perlu mendukung TNI. Dari sini lahir gagasannya tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini makin matang setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949).
Maka tak heran, beliau dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan kolonialisme Belanda. Gaya perang inilah yang kemudian dipopulerkan oleh Jenderal Sudirman. Konsep perang gerilya ini kemudian diterbitkan dalam sebuah buku yang sangat fenomenal pada masa itu, Strategy of Guerrilla Warfare.
Hebatnya lagi, buku karangan Pak Nas ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, bahkan menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk di sekolah elite bagi militer dunia, West Point milik Amerika Serikat (AS).
Dan usut punya usut, ternyata salah satu rahasia kemenangan pasukan vietnam ketika berperang melawan Amerika adalah karna tentara vietnam mempelajari taktik gerilya yang ada di dalam buku ini. Sungguh sangat luar biasa buku karangan jenderal Indonesia kebanggan kita ini.
Kini, buku ini menjadi buku strategi perang terkemuka yang dipelajari oleh hampirseluruh pasukan tentara di dunia, Dan buku ini pulalah yang kemungkinan membuat pasukan khusus kita menjadi salah satu pasukan elit terbaik di Dunia..HIDUP PAK NASUTION!!!!
Spoiler for Read more
Original Posted By rednose
Writing of Abdul Haris Nasution
The fullest expression of the Indonesian army’s founding doctrines is found in Abdul Haris Nasution’s 1953 Fundamentals of Guerrilla Warfare.[23] The work is a mix of reproduced strategic directives from 1947-8, Nasution’s theories of guerrilla warfare, his reflections on the period just past (post-Japanese occupation) and the likely crises to come, and outlines of his legal frameworks for military justice and “guerrilla government”.
The work contains similar principles to those espoused or practiced by other theorists and practitioners from Michael Collins in Ireland, T. E. Lawrence in the Middle East and Mao in China in the early Twentieth Century, to contemporary insurgents in Afghanistan and Iraq.
Nasution willingly shows his influences, frequently referring to some guerrilla activities as "Wingate" actions, quoting Lawrence and drawing lessons from the recent and further past to develop and illustrate his well-thought out arguments. Where the work substantially differs from other theorist/practitioners is that General Nasution was one of the few men to have led both a guerrilla and a counter-guerrilla war.
This dual perspective on the realities of ‘people’s war’ leaves the work refreshingly free of the dogmatic hyperbole and ideological contortions of similar revolutionary works from the period and manages to be both brutally direct in the methods it espouses and jarringly honest about the terrible price revolutionary guerrilla war exacts on everyone it comes in contact with, ‘the people’ most of all.[24]
The fullest expression of the Indonesian army’s founding doctrines is found in Abdul Haris Nasution’s 1953 Fundamentals of Guerrilla Warfare.[23] The work is a mix of reproduced strategic directives from 1947-8, Nasution’s theories of guerrilla warfare, his reflections on the period just past (post-Japanese occupation) and the likely crises to come, and outlines of his legal frameworks for military justice and “guerrilla government”.
The work contains similar principles to those espoused or practiced by other theorists and practitioners from Michael Collins in Ireland, T. E. Lawrence in the Middle East and Mao in China in the early Twentieth Century, to contemporary insurgents in Afghanistan and Iraq.
Nasution willingly shows his influences, frequently referring to some guerrilla activities as "Wingate" actions, quoting Lawrence and drawing lessons from the recent and further past to develop and illustrate his well-thought out arguments. Where the work substantially differs from other theorist/practitioners is that General Nasution was one of the few men to have led both a guerrilla and a counter-guerrilla war.
This dual perspective on the realities of ‘people’s war’ leaves the work refreshingly free of the dogmatic hyperbole and ideological contortions of similar revolutionary works from the period and manages to be both brutally direct in the methods it espouses and jarringly honest about the terrible price revolutionary guerrilla war exacts on everyone it comes in contact with, ‘the people’ most of all.[24]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar